top of page
Cari
Gambar penulisLies Marcoes-Natsir

Merebut Tafsir: Sleep Call dan Nur Hasanah

Kemarin siang (16 September 2023), sekitar 80 aktivis perempuan mendapat undangan Nobar film Sleep Call dan dilanjutkan dengan diskusi selama dua jam!. Tak main-main sejumlah tokoh aktivis seperti Zumrotin K. Susiol, Debra Yatim, wakil-wakil Lembaga yang bekerja untuk perlindungan perempuan seperti Komnas Perempuan, UN Women dan beberapa WCC hadir. Acara ini diinisiasi Sita Aripurnami dari Women Research Institute dan Yuni Khuzaifah mantan ketua komisioner Komnas Perempuan yang sekaligus sebagai pemandu diskusi.


Dapat dipastikan semua penonton mengacungi jempol atas keberhasian Sutradara Fajar Nugrohos dan produsernya Susanti Dewi dalam mengangkat isu kekerasan yang berbalut dengan persoalan kemiskinan kota kesehatan mental dan penggunaan sosial media. Diskusi diwarnai kesaksian-kesaksian bahkan isak tangis tertahan. Benar belaka, film itu mewakili pengalaman, minimal menjadi saksi-saksi dari korban kekerasan secara gender, kejahatan lembaga rente dan sosial media.


Ini cerita tentang Dina, perempuan muda, berparas cantik, pintar yang terpaksa bekerja pada sebuah lembaga jasa keuangan pinjaman on line gelap (pinjol). Dina sendiri, anak tunggal dari seorang Ibu, korban kekerasan dalam rumah tangga. Dina menyaksikan bagamana Ibunya babak belur dihajar bapaknya yang membuat Dina mengalami ganggaun mental traumatik.



Lalu, ada Tommy, pemilik sekaligus manajer perusahaan yang secara stereotype digambarkan sebagai lelaki bermental culas, kaya harta namun miskin nurani. Ia memimpin satu tim operator terdiri dari beberapa pekerja yang dikendalikan manajer, Bayu, lelaki tuna asmara yang terus berusaha mengejar dengan segala cara untuk mendapatkan cinta Dina termasuk memanfaatkan situasi keuangan Dina yang terbelit hutang untuk perawatan dan pengobatan Ibunya di panti rehabilitasi mental.


Selain Dina, beberapa operator pinjol, seperti Bella tempat curhat Dina adalah bawahan Bayu yang setiap hari menjalani “ ritual” untuk tersenyum dan marah secara agresif agar mampu merayu nasabah untuk berhutang dan memaksa pengempang melunasi hutang dengan ancaman.


Kekerasan rumah tangga yang disaksikan Dina di masa kecilnya telah meruntuhkan kepercayaannya kepada hubungan yang nyata. Sebaliknya ia kemudian terjebak dalam hubungan maya dengan kekasih bayangan, Rama, yang dikenalnya melalui aplikasi dating apps sleep call. Sleep call, kemudian menjadi ruang nyaman dan seolah aman bagi Dina karena melalui pacaran khayalan itu ia dapat melampiaskan birahi dan kehangatan dan sekaligus membangun rasa memiliki dan dimiliki serta merasa punya kontrol termasuk melakukan keintiman secara virtual yang ternyata secara curang telah direkam. Dengan gangguan kesehatan mental yang terbawa dari masa tumbuh kembangnya, sleep call telah membuat Dina skizofrenik, sakit mental.


Di sini film sleep call kemudian masuk ke dalam film thriller yang berdarah-darah. Gabungan dari isu media komunikasi yang dapat dijadikan alat pemerasan dan pemaksaan, cerita memuncak pada peristiwa kematian demi kematian. Dimulai dari Iwan yang gantung diri karena tak sanggup menangung terror akibat gagal bayar pinjol, lalu kematian Bayu yang mencuriangi Dina yang mabok dan membawanya ke tempat tidur. Lalu Tommy yang dengan culas menjebak Dina untuk melayani hasrat jahat seksualnya. Terakhir kematian Rama yang dinilai Dina layak karena tidak setia pada janjinya.


Pelaku memang Dina, tapi Dina sendiri tak ingat atas apa yang dilakukannya. Sebaliknya, ia malah meyakini pelakunya adalah orang yang selama ini senantiasa hadir dalam sleep callnya, Rama yang selalu mengatakan bahwa ia akan melindungi Dina. Demikinalah cerita itu bergulir dan berakhir.


Ada satu bagian dari film ini yang menurut saya memperlihatkan bagaimana agama sama sekali tak berkutik menghadapi dahsyatnya globalisasi media dan ekonomi. Seluruh persoalan dalam cerita ini: kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, hubungan terarang, mabok, hutang rentemerupakan hal yang sehari-hari diceramahkan sebagai hal yang terlarang. Akan tetapi melalui sosok Nur Hasanah,salah seorang operator pinjol itu, agama menjadi sekedar dalil-dalil yang tak bertuah. Agama hadir dalam simbul-simbul, dalam bahasa dan ritus bahkan menjadi legitimasi, tapi kehadiranya tak menawarkan jalan keluar. Pada akhirnya Dina, sebagaimana ibunya mencari jalannya sendiri, mungkin ia mengikuti anjuran Ibunya untuk rajin makan obat gangguan jiwa. Jad dimana “nur hasanah”, cahaya kebaikan dari agama untuk kehidupan seorang perempuan korban kekerasan seperti Dina?

3 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page